Narasi dan doktrin bahwa warga negara hanya boleh mengkritik pemerintah setelah memiliki kontribusi pada negara adalah narasi yang sebenarnya sangat sesat. Mengkritik pemerintah adalah salah satu bentuk kontribusi pada negara, mengapa mempertanyakan kontribusi pada seseorang yang sedang berkontribusi?
Sebelum melanjutkan, sepertinya kita harus membedakan terlebih dahulu terkait siapa itu pemerintah dan apa itu negara, lalu apa itu kontribusi terhadap negara.
Secara sederhana, negara adalah organisasi berdaulat yang memiliki unsur: rakyat, wilayah, pemerintahan dan pengakuan negara lain. Artinya pemerintah adalah salah satu bagian dari negara, bukan sebaliknya, apalagi menyamakan pemerintah = negara, jelas tidak tepat karena pemerintah bukan lah negara.
Dalam arti lain mengkritik pemerintah tidak sama artinya dengan mengkritik negara, malah mengkritik pemerintahan yang korup misalnya adalah bagian dari upaya bela negara dan kontribusi pada negara.
Kemudian kontribusi pada negara, seperti namanya adalah apapun yang kita berikan atau lakukan demi kepentingan negara, dalam hal ini Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Menjadi warga negara berarti membayar pajak, membayar pajak berarti memberikan kontribusi pada negara. Yang dalam bahasa sederhananya: Menjadi warga negara merupakan kontribusi terhadap negara.
Menjadi warga di suatu negara berarti akan melakukan kegiatan ekonomi di negara tersebut seperti membeli bahan pokok, berbelanja di UMKM dan seterusnya yang dimana hal tersebut juga merupakan kontribusi terhadap negara.
Terlebih lagi, pemerintah ada untuk kepentingan rakyat dan warga negaranya, uang pemerintah pun itu adalah uang rakyat, bukan uang pemerintah dalam arti pribadi. Kita (rakyat atau warga negara) mempercayakan uang tersebut dikelola oleh pemerintah demi kenyamanan hidup bersama.
Apalagi konstitusi dan UU sudah menjamin kebebasan berpendapat seperti yang dinyatakan pada UUD 1945 dan UU 9/1998, yang tentunya tidak ada syarat harus berkontribusi terlebih dahulu pada negara karena sesungguhnya dengan menjadi warga negara saja sudah secara otomatis memberi kontribusi pada negara.
Ibaratnya, kita mempercayakan kontraktor dalam membangun rumah kita, kontraktor tersebut kita bayar dan kita beri kuasa untuk melakukan segala macam aktivitas sehingga rumah selesai dibangun.
Jika pada suatu titik kita menemukan ternyata bahan yang dipakai tidak sesuai standar, atau berbeda dari rancangan yang telah disepakati, masa kita tidak boleh mengkritik?
Atau, masa kita harus berkontribusi dahulu dalam pembangunan rumah baru boleh mengkritik?
Kontraktor tersebut adalah ilustrasi dari pemerintah, mereka yang kita pilih, mereka yang kita bayar untuk melakukan “pembangunan”. Saat pembangunan tersebut melenceng dari UU dan cita-cita negara, kita memiliki hak dan kewajiban untuk melakukan kritik, karena dengan melakukan hal tersebut kita sedang berupaya membela NKRI.
Maka, narasi yang menyatakan bahwa kita harus berkontribusi dahulu pada negara, baru kemudian boleh mengkritik pemerintah adalah narasi yang sangat sesat dan bisa dibilang tidak nyambung.