3 bulan kepemimpinan Presiden Prabowo, baju loreng semakin mendapat peran di pemerintahan baik secara langsung (menjadi tokoh pemerintah) maupun tidak langsung (mendukung program pemerintah yang sebenarnya diluar tugas militer).
Hal tersebut dapat mengancam supremasi sipil, yaitu tradisi dalam sistem demokrasi yang menekankan bahwa angkatan bersenjata harus dibawah kontrol sipil, agar status rakyat (sipil) sebagai pemegang kekuasaan tertinggi di sistem demokrasi tidak dilangkahi.
Kita tahu, dari 48 mentri dan 55 wakil mentri, terdapat 4 mentri serta 5 wakil mentri yang berasal dari kalangan militer. Tak hanya itu, dalam program MBG (Makan Bergizi Gratis) pihak militer juga banyak terlibat aktif.
Seperti pengerahan 351 distrik militer, MBG dibantu 14 pangkalan utama TNI AL dan 41 pangkalan TNI AU serta 514 lokasi dapur MBG disiapkan oleh TNI AD. Lalu ada juga keterlibatan tentara dalam pembukaan 700 hektare food estate di Kalimantan Timur. Sedangkan di Merauke, Papua, tentara terlibat dalam pencetakan 1 juta hektare sawah.
Tidak sampai di sana, bahkan tentara juga diikutkan dalam urusan penertiban kawasan hutan dan penyelenggaraan haji yang mestinya merupakan urusan negara (non militer). Dalam UU Tentara Nasional Indonesia, tugas-tugas tersebut di atas bukan merupakan tugas kategori “Operasi militer selain perang”, yang berarti bahwa tidak seharusnya militer diikutsertakan pada tugas-tugas itu.
Jadi, diikut sertakannya militer dalam ranah sipil secara aktif oleh Presiden Prabowo, dapat menyebabkan dilangkahinya supremasi sipil, yang pada akhirnya akan mengancam sistem demokrasi. Dimana seperti yang kita tahu, bahwa salah satu ciri demokrasi adalah kekuasaan tertinggi dipegang oleh rakyat (sipil).