Skip to content

Masyarakat Bali Harus Waspada Identitasnya Dieksploitasi Untuk Kepentingan Politik

Saya agak tergelitik melihat strategi politik salah satu Dewan Perwakilan Daerah yang sering serta berlebihan dalam memakai retorika dan kata “kami Hindu-Bali…” atau “orang Hindu-Bali itu…” atau “…demi Hindu-Bali”.

Hal tersebut mengingatkan saya pada materi dari 2 buah buku, yaitu buku berjudul “Identity: The Demand for Dignity and the Politics of Resentment” karya Francis Fukuyama dan buku “Political Tribes: Group Instinct and the Fate of Nations” oleh Amy Chua.

Kedua buku tersebut membahas mengenai politik identitas (yaitu strategi politik yang berpusat pada identitas kelompok tertentu), perkembangannya, ciri-cirinya dan dampak dari politik identitas tersebut. 

Beberapa ciri dari penggunaan strategi politik identitas ini adalah seringnya memakai kata dan retorika terkait golongan tertentu secara berlebihan, membenturkan golongan tertentu dengan golongan lainnya dan sengaja menimbulkan kesan serta makna “kami vs mereka” atau “kita vs mereka” untuk mendapat dukungan politik

Kesimpulan lain yang saya dapat dari 2 buku tersebut adalah bahwa politik identitas cenderung menimbulkan efek negatif (khususnya jangka panjang) pada negara yang memiliki multi etnis seperti Indonesia.

Kata-kata “kami Hindu-Bali…” atau “orang Hindu-Bali…” atau “…demi Hindu-Bali” yang dipakai secara berlebihan dan terus menerus untuk mendapat dukungan dari masyarakat Bali adalah sebuah bentuk eksploitasi identitas yang menimbulkan efek negatif untuk masyarakat Bali itu sendiri, demokrasi, bangsa dan negara Indonesia.

 

Efek Buruk Pada Masyarakat Bali

Berikut ini saya rangkum apa efek negatif yang ditimbulkan oleh penggunaan politik identitas ini khususnya pada masyarakat Bali.

 

  1. Polarisasi dan perpecahan sosial – Ada kecenderungan masyarakat Bali jadi memiliki pola pikir berhak dan tidak berhak terkait Bali dengan kelompok selain Hindu-Bali.
  2. Buta politik nasional – Alih-alih peduli dengan isu sosial-politik nasional, masyarakat Bali cenderung mejadi terfokus hanya pada isu kelompok lokalnya yang bersifat “kami vs mereka”.
  3. Mudah terprovokasi – Sedikit saja berbenturan dengan kelompok non Hindu-Bali, masyarakat menjadi lebih mudah marah yang menimbulkan ketegangan dan konflik sosial.

 

Padahal dari suku, ras, golongan atau agama apapun kita berasal, kita tetaplah saudara setanah air dan saudara sebangsa yang bersatu di bawah konsep Bhineka Tunggal Ika.

 

Jadi, masyarakat Bali perlu lebih waspada terhadap eksploitasi identitas oleh politikus agar tidak terjebak dalam polarisasi yang justru merugikan diri sendiri dan agar mulai lebih peduli dengan isu sosial-politik nasional demi kesejahteraan bersama serta kemajuan bangsa dan negara.